Kuningan, Ularhideungnews.com
Warga Desa Bunder Kecamatan Cidahu dibuat terkejut dan mempertanyakan keabsahan kerjasama yang dilakukan oleh pihak Desa Bunder dan Desa Datar dengan Kementerian KLHK terkait pengelolaan lahan bekas galian di atas tanah bengkok desa. Pasalnya, kerjasama ini dilakukan tanpa adanya musyawarah desa terlebih dahulu, yang seharusnya menjadi prosedur standar sebelum pengambilan keputusan penting yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Kerjasama tersebut baru diketahui setelah terbentuknya Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang mayoritas anggotanya berasal dari Desa Datar. Warga Bunder pun bertanya-tanya mengapa proses pembentukan kelompok tersebut dilakukan tanpa musyawarah dan mengapa struktur kepengurusan didominasi oleh warga desa tetangga. Ketiadaan keterlibatan warga Desa Bunder dalam proses ini menimbulkan kecurigaan akan adanya ketidaktransparanan dalam pengambilan keputusan.
Kecurigaan semakin memuncak saat warga melihat denah batas floating yang menunjukkan luas lahan sebesar 6 hektar di atas tanah bengkok yang dimiliki oleh kedua desa. Berdasarkan fakta lapangan, luas tanah bengkok yang dimiliki Desa Bunder dan Desa Datar hanya sekitar 4,3 hektar. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan warga, terutama terkait kemungkinan bahwa tanah milik warga secara pribadi telah dimasukkan ke dalam denah tanpa sepengetahuan dan persetujuan pemilik sahnya.
Tidak hanya itu, warga juga menemukan adanya dugaan penyusutan lahan bengkok milik Desa Bunder di bagian selatan-timur berdasarkan pemetaan koordinat yang mereka lakukan. Penemuan ini semakin memperkuat dugaan bahwa telah terjadi manipulasi data terkait luas lahan bengkok, yang berpotensi merugikan warga Desa Bunder.
Sebagai langkah tindak lanjut, warga bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa Bunder sepakat untuk melakukan pengukuran ulang lahan sesuai dengan riwayat kepemilikan tanah. Rabu (1/10/24).
Pengukuran ini disaksikan oleh pihak kepolisian dari Polsek setempat serta perwakilan dari Koramil guna memastikan keabsahan hasil pengukuran.
Warga berharap hasil pengukuran ulang ini dapat memberikan kejelasan dan mengungkap adanya dugaan pelanggaran.
Dugaan sementara yang berkembang di kalangan warga adalah adanya pembuatan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) palsu guna melengkapi kebutuhan administrasi lahan seluas 6 hektar kepada pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Selain itu, warga juga mencurigai adanya penjualan aset desa, yakni sebidang tanah bengkok, kepada pihak pengembang perumahan tanpa sepengetahuan masyarakat.
Warga Desa Bunder mendesak agar pihak desa segera memberikan klarifikasi terbuka mengenai permasalahan ini dan menghentikan segala bentuk kerjasama yang berpotensi merugikan masyarakat sebelum adanya kejelasan. Mereka juga meminta agar pihak berwenang turun tangan menyelidiki dugaan kecurangan yang terjadi, termasuk kemungkinan pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang oleh oknum terkait.
Kasus ini telah menarik perhatian banyak pihak, termasuk dari lembaga pengawas dan penegak hukum. Masyarakat berharap agar semua pihak yang terlibat dapat bertindak transparan dan bertanggung jawab, serta mengutamakan kepentingan warga desa yang seharusnya menjadi prioritas utama dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan aset desa.
Warga menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal kasus ini hingga mendapatkan kejelasan dan keadilan terkait dugaan penyelewengan yang terjadi. (GTR)