Kuningan, Ularhideungnews.com – Pemerintah Kabupaten Kuningan menjadi pusat perhatian publik, setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, menemukan sejumlah ketidaksesuaian yang mengkhawatirkan dalam pengelolaan anggaran daerah.
Temuan BPK menunjukkan adanya perbedaan mencolok antara Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang tercatat sebesar Rp.15,3 miliar dan saldo kas yang hanya mencapai Rp.2,1 miliar di Kas Daerah.
Ketidaksesuaian ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
BPK mengungkapkan bahwa Pemerintah Kabupaten Kuningan telah menetapkan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp.522,2 miliar untuk tahun anggaran 2023.
Namun realisasi PAD yang di targetkan baru mencapai Rp.350,3 miliar, atau sekitar 67,09% dari target yang telah ditetapkan. Target yang jauh lebih tinggi dari capaian PAD tahun 2022 yang bahkan 167,68% lebih besar, menunjukkan perencanaan anggaran yang gegabah dan tidak realistis.
Kebijakan ini justru memperburuk kondisi kas daerah Kabupaten Kuningan, menciptakan tekanan likuiditas yang semakin parah.
Namun Ironisnya, meskipun realisasi PAD hanya tercapai 48,95% hingga Triwulan III, pemerintah daerah malah meningkatkan target PAD sebesar 10,27% pada 30 Oktober 2023, disertai dengan penambahan anggaran belanja daerah sebesar 2,85%.
Kebijakan ini semakin menunjukkan pemborosan dan ketidakmampuan dalam merencanakan belanja daerah yang sesuai dengan kemampuan pendapatan riil.
BPK juga mencatat defisit riil APBD Kuningan sebesar Rp.235,9 miliar, yang setara dengan 0,73% dari Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kuningan, jauh melebihi batas aman defisit maksimal yang ditetapkan yaitu 0,14%.
Defisit ini mencerminkan kegagalan besar dalam pengelolaan keuangan daerah, dan jelas melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 yang mengatur batas defisit anggaran.
Sebagai akibat dari defisit ini, utang belanja Kuningan membengkak menjadi Rp.270,4 miliar, meningkat 10,37% dibandingkan tahun lalu.
Peningkatan utang ini tidak hanya mencerminkan ketidakmampuan pemerintah daerah kabupaten Kuningan dalam memenuhi kewajiban keuangan, tetapi juga mengancam kelangsungan berbagai program pembangunan dan layanan publik yang vital bagi masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Lebih parahnya lagi, ketidaksesuaian antara laporan keuangan dan saldo kas di Kas Daerah menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Ketidaksesuaian ini mengindikasikan kemungkinan besar adanya pengelolaan anggaran yang tidak sah atau disalahgunakan.
Lantas, siapa yang harus bertanggung jawab atas kekacauan ini ?
Berdasarkan peraturan yang berlaku, tanggung jawab utama ada di tangan beberapa pihak: Kepala Daerah (Bupati), Sekretaris Daerah (Sekda), Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), serta Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD).
Fungsi dan Tanggung Jawab Setiap Pihak :
- Bupati (Kepala Daerah)
Sebagai kepala daerah, Bupati bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan anggaran, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangan daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Bupati berperan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan bertanggung jawab untuk memastikan kebijakan fiskal yang ditetapkan sesuai dengan kondisi keuangan dan kebutuhan pembangunan daerah. - Sekretaris Daerah (Sekda)
Sekda memiliki peran strategis dalam pengelolaan keuangan daerah, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
Sekda bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dinas daerah dan badan daerah,
serta memastikan bahwa seluruh perangkat daerah mengelola keuangan dengan baik dan transparan. Sekda juga bertanggung jawab dalam memfasilitasi penyusunan anggaran dan laporan keuangan daerah. (Bukan mengawasi pelaksanaan kebijakan anggaran). - Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD)
BPKAD berperan penting dalam mengelola pendapatan dan belanja daerah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. BPKAD bertugas untuk memastikan bahwa aliran dana tercatat dengan tepat, dan penggunaan anggaran sesuai dengan peruntukannya. BPKAD juga mengelola aset daerah dan menyusun laporan keuangan daerah yang akurat dan transparan. - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
DPRD memiliki fungsi pengawasan dan evaluasi atas pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. DPRD bertugas untuk memeriksa, membahas, dan mengesahkan APBD yang diajukan oleh Bupati. Selain itu, DPRD mengawasi pelaksanaan anggaran dan menilai kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan.
Namun, laporan BPK menunjukkan kelemahan signifikan pada semua pihak terkait. Kepala Daerah dan jajaran pemerintahannya dinilai gagal menetapkan target PAD yang realistis, sementara Sekda tidak menjalankan fungsi koordinasi dan pengawasan dengan memadai antar perangkat daerah dalam pelaksanaan anggaran. Di sisi lain, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) tidak berhasil menyusun dan mengelola anggaran secara akurat, sehingga saldo kas tidak sesuai dengan laporan keuangan yang tercatat. DPRD juga dianggap lemah dalam memberikan pengawasan ketat terhadap kebijakan anggaran yang terlalu ambisius tanpa perencanaan yang matang.
Krisis keuangan ini berpotensi memperburuk keberlangsungan pelayanan publik, yang dapat berdampak negatif pada kesejahteraan jangka panjang masyarakat kuningan. Lebih dari itu, ketidakberesan dalam pengelolaan keuangan daerah beresiko menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah. ( Ka – Biro GUNTUR)