Pengelolaan Keuangan Kuningan 2023 Diduga Lalai, Memicu Defisit dan Krisis Likuiditas yang Mengkhawatirkan

Kuningan, Ulargideungnews.com – Pengelolaan keuangan Pemerintah Kabupaten Kuningan tahun 2023 dinilai telah mengabaikan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang terlihat dari berbagai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait ketidakpatuhan terhadap sejumlah peraturan. BPK melaporkan berbagai kejanggalan dalam kebijakan fiskal,

Mulai dari target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dianggap terlalu tinggi tanpa landasan realistis hingga ketidakseimbangan kas daerah yang mencolok, seluruh rangkaian permasalahan ini mengindikasikan adanya kelalaian serius dalam pengelolaan keuangan daerah. Dampak dari pengelolaan yang dinilai lalai ini telah menciptakan ketidakseimbangan finansial yang berpotensi mengganggu stabilitas anggaran daerah serta merugikan masyarakat luas.

  1. Target PAD yang Tidak Realistis: Mengabaikan Penghitungan Potensi Daerah

Laporan BPK mengungkapkan bahwa target Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kuningan untuk tahun 2023 ditetapkan sebesar Rp522,2 miliar, meningkat drastis hingga 167,68% dibandingkan realisasi PAD tahun sebelumnya. Hal ini melanggar Pasal 30 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, yang mengharuskan setiap target PAD disusun berdasarkan analisis potensi daerah yang terukur dan realistis. Keputusan untuk menetapkan target PAD yang jauh dari kemampuan aktual ini mencerminkan kelemahan perencanaan anggaran dan berpotensi menghambat pengelolaan fiskal yang berkelanjutan.

Kelemahan perencanaan ini membawa konsekuensi serius. Anggaran belanja daerah pun disusun dengan asumsi penerimaan tinggi yang tidak realistis, sehingga pada saat realisasi PAD hanya mencapai 67,09% dari target, terjadi ketidakseimbangan yang menimbulkan ancaman pada kestabilan fiskal.

  1. Defisit APBD Melebihi Ambang Batas dan Melanggar Prinsip Kehati-hatian

Defisit APBD Kabupaten Kuningan mencapai Rp235,9 miliar atau 0,73% dari Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), melampaui batas maksimal yang diizinkan sebesar 0,14% sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004. Dengan defisit yang jauh melampaui ketentuan ini, Kabupaten Kuningan tidak hanya menghadapi risiko ketidakseimbangan fiskal yang lebih besar, tetapi juga menunjukkan indikasi pengabaian prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran.

Keputusan untuk meningkatkan target PAD sebesar 10,27% meskipun realisasi hanya mencapai 48,95% pada Triwulan III mengindikasikan kecenderungan mengabaikan realitas ekonomi daerah dan prinsip akuntabilitas fiskal. Kondisi ini menambah beban keuangan daerah, yang pada akhirnya menghasilkan ketidakseimbangan serius di dalam APBD.

  1. Lonjakan Tunggakan Utang Daerah yang Tidak Terkendali

BPK menemukan peningkatan tunggakan utang belanja daerah hingga 10,37% dari tahun sebelumnya, yang kini mencapai Rp270,4 miliar. Temuan ini menyalahi Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang mensyaratkan agar setiap pengeluaran daerah harus disesuaikan dengan kemampuan anggaran. Lonjakan ini menjadi bukti lebih lanjut bahwa anggaran belanja Kabupaten Kuningan disusun tanpa memperhitungkan kemampuan riil keuangan daerah, sehingga utang tertunggak terus menumpuk.

Kondisi tunggakan utang ini memperlihatkan kelemahan dalam pengendalian anggaran yang berpotensi mengganggu prioritas pengeluaran publik dan meningkatkan risiko finansial bagi daerah. Jika utang terus bertambah tanpa terkendali, keberlanjutan pembangunan daerah akan terancam, yang pada gilirannya akan membebani pengelolaan fiskal daerah di tahun-tahun berikutnya.

  1. Penggunaan Kas yang Ditetapkan Penggunaannya Tidak Sesuai Peraturan

Penggunaan Kas yang Ditetapkan Penggunaannya (KDP) mengalami peningkatan tajam sebesar 118,25% dibandingkan tahun sebelumnya, mengindikasikan ketidaksesuaian alokasi dana yang tidak sejalan dengan Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan ini menuntut agar setiap penggunaan kas mengikuti prinsip transparansi dan akuntabilitas, termasuk alokasi sesuai peruntukannya. Lonjakan penggunaan KDP ini menggambarkan lemahnya pengawasan atas pengelolaan kas daerah yang berpotensi menimbulkan penyimpangan keuangan dalam anggaran.

Tindakan ini bukan hanya bertentangan dengan prinsip efisiensi dalam pengelolaan keuangan publik, tetapi juga menandakan adanya kebijakan fiskal yang tidak selaras dengan kebutuhan dan prioritas daerah.

Ketidaktransparanan dalam penggunaan KDP ini mengarah pada ketidakefisienan dan mengurangi ruang fiskal untuk pembiayaan program pembangunan prioritas.

  1. Ketidaksesuaian Saldo Anggaran Lebih (SAL) dengan Kondisi Kas Riil Daerah

BPK juga mengidentifikasi ketidaksesuaian signifikan antara laporan Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang tercatat sebesar Rp15,3 miliar dengan saldo kas di kas daerah yang hanya mencapai Rp2,1 miliar. Berdasarkan Pasal 16 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, laporan keuangan wajib menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Ketimpangan besar ini memperlihatkan indikasi krisis likuiditas yang mengancam keberlanjutan fiskal Kabupaten Kuningan. Kondisi di mana SAL jauh melebihi saldo kas riil menandakan kelemahan dalam pengelolaan kas yang seharusnya menggambarkan ketersediaan kas daerah secara nyata.

Krisis likuiditas ini menunjukkan bahwa kondisi keuangan riil Kabupaten Kuningan tidak sesuai dengan yang tercatat di laporan keuangan, mengindikasikan potensi penyimpangan pencatatan atau ketidakefisienan dalam pengelolaan keuangan yang berisiko tinggi.

Ketidak sesuaian ini membuka pertanyaan besar mengenai transparansi dan akurasi pengelolaan keuangan daerah dan bisa berpotensi menurunnya kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan daerah kabupaten Kuningan ( Ka – Biro GUNTUR )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *