Kuningan Ularhideungnwwa.com – Pemerintah Kabupaten Kuningan mendapat perhatian serius dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Tahun Anggaran (TA) 2023.
Dalam laporan hasil pemeriksaan, BPK mengungkapkan bahwa target PAD yang ditetapkan sebesar Rp 522,2 miliar pada tahun 2023 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi PAD tahun sebelumnya yang hanya tercatat sebesar Rp 350,3 miliar atau sekitar 67,09% dari target.
BPK menyebutkan bahwa target PAD yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan tersebut tidak didasarkan pada hasil identifikasi potensi PAD yang terukur dan realistis.
Hal ini bertentangan dengan Pasal 30 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, yang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah wajib melakukan identifikasi potensi pendapatan secara akurat dan realistis.
Masalah ini terungkap ketika analisis lebih mendalam yang menunjukkan bahwa pemerintah daerah Kuningan cenderung menetapkan target yang sangat ambisius, tanpa mempertimbangkan potensi penerimaan yang nyata dan dapat dicapai.
Penetapan target PAD yang melonjak tajam sebesar 167,68% dibandingkan dengan pencapaian PAD TA 2022 dianggap tidak proporsional dan hanya berisiko memperburuk kesenjangan antara target dan realisasi, yang akhirnya membebani anggaran daerah.
BPK menilai bahwa perencanaan yang tidak realistis tersebut telah menyebabkan pemborosan anggaran yang tidak terkontrol, karena pemerintah daerah telah menetapkan anggaran Belanja Daerah yang lebih besar dari potensi pendapatan yang dapat direalisasikan.
Dimana sesuai dengan Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, anggaran daerah harus disusun dengan prinsip kehati-hatian, berdasarkan proyeksi pendapatan yang realistis.
Namun anehnya meskipun pada Triwulan III realisasi PAD baru mencapai 48,95%, Pemerintah Kabupaten Kuningan malah memutuskan untuk menaikkan lagi target PAD sebesar 10,27% pada 30 Oktober 2023.
Kebijakan ini jelas tidak didasarkan pada evaluasi realistis terhadap kondisi keuangan daerah, melainkan berdasarkan spekulasi yang berisiko tinggi. (Ka – Biro GUNTUR)