Kuningan, – mediaularhideungnews, Program Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), yang bertujuan untuk membangun karakter siswa, kini menimbulkan kekhawatiran di kalangan orang tua. Kegiatan yang dilaksanakan di luar lingkungan sekolah tanpa pendampingan guru dianggap membebani siswa dan menimbulkan potensi risiko keselamatan.
Beberapa orang tua menyatakan bahwa anak-anak mereka sudah cukup terbebani dengan jadwal sekolah yang padat, dan penambahan kegiatan P5 di luar sekolah dua kali seminggu justru membuat mereka semakin kelelahan. “Anak-anak harus mengikuti kegiatan di luar sekolah, tanpa adanya guru yang mengawasi. Ini membuat kami khawatir mereka terpapar bahaya atau bahkan terlambat pulang,” ungkap salah satu orang tua murid yang menyoroti soal keselamatan.
Kekhawatiran tidak hanya seputar kelelahan siswa, tetapi juga tentang pengawasan. Tanpa guru yang mendampingi, banyak orang tua merasa tidak nyaman dengan lokasi kegiatan yang tidak selalu diketahui dan dinilai tidak mendukung pembelajaran yang efektif. “Lokasi kegiatan sering kali tidak jelas dan sulit untuk dipantau. Anak-anak hanya diberi tugas tanpa pendampingan, dan kami tidak yakin apakah kegiatan ini benar-benar bermanfaat,” kata orang tua lainnya.
Kekhawatiran ini semakin diperparah dengan kurangnya transparansi mengenai tempat kegiatan yang dipilih. Banyak orang tua yang meminta agar kegiatan P5 dipindahkan kembali ke dalam lingkungan sekolah. “Jika kegiatan P5 dilakukan di sekolah, kami lebih tenang karena ada guru yang mengawasi langsung, dan anak-anak tetap bisa fokus belajar tanpa khawatir,” tambah orang tua lainnya.
Pihak sekolah menjelaskan bahwa pelaksanaan P5 di luar sekolah merupakan bagian dari kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memberikan pembelajaran berbasis pengalaman. Namun, orang tua berharap agar sekolah dapat meninjau kembali pelaksanaan kegiatan ini untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan siswa.
“Dukungan kami terhadap tujuan P5 jelas, namun pelaksanaannya perlu disesuaikan agar tidak menambah beban atau risiko bagi anak-anak,” ujar salah satu orang tua, berharap agar kebijakan ini dapat dipertimbangkan kembali. ( Awa)